Teori Lembaga Perwakilan
Teori Lembaga Perwakilan
Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung. Lembaga perwakilan adalah cara yang sangat praktis untuk memungkinkan anggota masyarakat menerapkan pengaruhnya terhadap orang-orang yang menjalankan tugas kenegaraan.
Ada beberapa macam teori dari lembaga perwakilan, yaitu :
1. Teori Mandat
Wakil rakyat dapat duduk di Lembaga karena mendapat mandat dari rakyat sehingga disebut mandataris. Ajaran ini muncul di Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori mandat ini pun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir teori mandat ini disebut sebagai :
- Mandat Imperatif
Menurut ajaran ini, wakil rakyat bertugas dan bertindak di Lembaga Perwakilan sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh lembaga yang diwakilinya. Wakil rakyat tidak boleh bertindak diluar instruksi tersebut. Apabila ada hal-hal baru yang tidak terdapat dalam instruksi tersebut, si wakil harus mendapat instruksi baru untuk melaksanakannya. Setiap kali ada masalah baru harus minta mandat baru.
- Mandat Bebas
Ajaran ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Black Stone di Inggris. Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya, sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas nama rakyat.
- Mandat Representative
Rakyat memilih dan memberikan mandat pada parlemen, sehingga si wakil sebagai individu tidak ada hubungan dengan pemiliknya apalagi pertanggungjawabannya. Lembaga perwakilan (parlemen) inilah yang bertanggung jawab kepada rakyat.
2. Teori Organ
Teori ini dibangun oleh Von Gierke yang berkebangsaan Jerman. Menurut teori ini negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti Eksekutif, Parlemen dan mempunyai rakyat yang kesemuanya mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan saling tergantung satu sama lain. Maka sesudah rakyat memilih Lembaga Perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri Lembaga tersebut dan lembaga ini bebas berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.
3. Teori Sosiologi dari Ricker
Rieker menganggap bahwa lembaga perwakilan bukan merupakan bangunan politis tetapi merupakan bangunan masyarakat (sosial). Si pemilih akan memilih wakil-wakilnya yang benar-benar ahli dalam bidang kenegaraan dan yang akan benar-benar membela kepentingan si pemilih sehingga terbentuk lembaga perwakilan dari kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat. Dan dalam lembaga perwakilan ini tercermin lapisan-lapisan masyarakat.
4. Teori Hukum Obyektif dari Leohn Duguit
Menurut teori ini, dasar daripada hubungan antara rakyat dan parlemen adalah solidaritas. Waki rakyat dapat melaksanakan tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat sedangkan rakyat tidak dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya dalam menentukan wewenang pemerintah. Jadi ada pembagian kerja, rakyat pasti memilihnya dan parlemen akan menjalankan tugasnya. Hukum obyektif inilah yang membentuk lembaga perwakilan menjadi bangunan hukum dan bukan hak-hak yang diberikan kepada mandataris yang membentuk lembaga perwakilan tersebut.
5. Teori Gilbert Abcarian
Menurut Gilbert Abcarian, ada empat tipe mengenai hubungan antara si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu :
- Si wakil bertindak sebagai wali (trustee)
Si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya.
- Si wakil bertindak sebagai utusan (delegate)
Si wakil bertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya. Si wakil selalu mengikuti instruksi dan petunjuk dari yang diwakilinya dalam menjalankan tugasnya.
- Si wakil bertindak sebagai politico
Disini si wakil kadang bertindak sebagai wali dan ada kalanya bertindak sebagai utusan. Tindakannya tergantung dari materi yang dibahas.
- Si wakil bertindak sebagai partisan
Si wakil bertindak sesuai dengan keinginan atau program dari partai (organisasi) si wakil. Setelah si wakil dipilih oleh pemilihnya, maka lepaslah hubungannya dengan pemilihnya tersebut dan mulailah hubungannya dengan partai yang mencalonkannya dalam pemilihan.
6. Teori Prof. Dr. A. Hoogerwerf
Menurut Hoogerwerf, ada lima mode hubungan si wakil dengan yang diwakilinya, yaitu, model utusan (delegate), model wali (trustee), model politicas, model kesatuan dan model diversifikasi (penggolongan).
Sumber : Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990
0 Response to "Teori Lembaga Perwakilan"
Post a Comment