Ilmu Negara - Teori Pembenaran Hukum Negara (Bagian 3)
Pembenaran Negara Dari Sudut Hukum
Dalam teori ini bahwa tindakan pemerintah dibenarkan karena didasarkan kepada hukum. Teori ini merinci lagi tentang hukum, yaitu hukum keluarga (teori patriarchal), hukum kebendaan (teori patrimonial) dan hukum perjanjian (teori perjanjian).
1. Hukum Keluarga (Teori Patriachal)
Teori patriachal ini berdasarkan hukum keluarga, karena pada zaman dulu masyarakat masih sangat sederhana dan negara belum ada. Masyarakat itu hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. Tentunya yang diangkat menjadi kepala keluarga adalah orang yang kuat, berjasa, dan bijaksana dalam sikap bagi keluarganya. Seorang kepala keluarga itu merupakan primus interparis, artinya seorang yang pertama diantara yang sama, karena sifat-sifatnya yang lebih itu ia menjadi orang yang dipuja-puja.
Kejadian-kejadian dalam masyarakat selanjutnya yang menjadikan masyarakat lebih besar daripada kesatuan-kesatuan keluarga. Hal ini disebabkan karena penaklukan yang dilakukan oleh kepala keluarga terhadap keluarga lainnya. Keadaan semacam ini tidak hanya menyebabkan keluarga itu menjadi lebih besar daripada semula, tetapi kedudukan kepala keluarga itu sendiri menjadi kuat dan disebut sebagai raja yang berkuasa. Jika kemudian raja meninggal dunia, maka raja yang menggantikannya akan mewariskan semua kekuasaan yang ada pada raja sebelumnya.
2. Hukum Kebendaan (Teori Patrimonial)
Patrimonial berasal dari istilah patrimonium yang artinya hak milik. Oleh karena itu, raja mempunyai hak milik terhadap daerahnya dan semua penduduk di daerahnya harus tunduk pada raja. Sebagai contoh dari negara abad pertengahan dimana hak untuk memerintah dan menguasai timbul daripada pemberian tanah.
Dalam keadaan perang, sudah menjadi kebiasaan bahwa raja-raja menerima bantuan dari kaum bangsawan untuk mempertahankan negaranya dari serangan-serangan musuh. Jika perang telah berakhir dengan kemenangan si raja, maka sebagai tanda jasa para bangsawan yang ikut membela dan membantunya mendapat sebidang tanah sebagai hadiah.
Dari pemberiannya itu kepada kaum bangsawan, maka berpindah semua hak atas tanah itu kepada para bangsawan. Sehingga bangsawan mendapatkan hak untuk memerintah (overheidsrechten) terhadap semua yang ada di atas tanah itu.
3. Hukum Perjanjian (Teori Perjanjian)
Teori-teori perjanjian tentang dasar hukum bagi kekuasaan negara dikemukakan oleh tiga tokoh yang terkemuka, Yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Jean Jacques Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja pada waktu pemindahan manusia yang hidup dalam status naturalis kepada status civilis melalui suatu perjanjian.
Menurut Thomas Hobbes, manusia selalu hidup dalam kekuatan karena memiliki rasa takut diserang oleh manusia lain yang lebih kuat. Karena itu, lalu diadakan perjanjian masyarakat dan dalam perjanjian tersebut raja tidak diikutsertakan. Jadi perjanjiannya diadakan anatara rakyat dengan rakyat sendiri.
Hobbes membuat ajaran ini hanya sebagai konstruksi dalam pikiran saja untuk menghalalkan kekuasaan raja. Setelah diadakan perjanjian masyarakat dimana individu-individu menyerahkan haknya atau hak-hak asasinya kepada suatu kolektivitas, yaitu suatu kesatuan dari individu-individu yang diperolehnya melalui pactum uniones, maka disini kolektivitas menyerahkan hak-haknya atau kekuasaannya kepada raja dalam pactum subjectiones tanpa syarat apapun juga.
Raja sama sekali ada diluar perjanjian dan oleh karenanya raja mempunyai kekuasaan mutlak setelah hak-hak rakyat diserahkan kepadanya (monarchie absoluut).
b. Jhon Locke
Berbeda dengan Hobbes, menurut John Locke, antara raja dengan rakyat mengadakan perjanjian. Karena perjanjian itu, raja berkuasa untuk melindungi hak-hak rakyatnya. Jika raja bertindak sewenang-wenang, rakyat dapat meminta pertanggungjawabannya, karena yang primer adalah hak-hak asasi yang dilindungi oleh raja.
Akibat dari perjanjian antara raja dengan rakyat, timbul monarki terbatas (monarchie constitusionil) karena kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi.
Dalam perjanjian masyarakat tersebut terdapat dua macam pactum, yaitu :
1.Pactum Uniones : perjanjian untuk membentuk suatu kesatuan (kolektivitas) antara individu-individu
2.Pactum Subjectiones : perjanjian untuk menyerahkan kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Menurut perjanjian mayasarakat Hobbes, pactum uniones sama sekali ditelan oleh pactum subjectiones, akibatnya raja berkuasa mutlak. Berbeda dengan paham Hobbes, Jhon Locke berpendapat bahwa pactum uniones dan pactum subjectiones memiliki pengaruh yang sama kuatnya sehingga dalam penyerahan kekuasaan, raja harus berjanji akan melindungi hak-hak asasi rakyatnya.
Ajaran Jhon Locke hampir sama dengan ajaran Monarchemachen, yaitu suatu aliran dalam abad pertengahan yang memberikan reaksi atas kekuasaan raja yang mutlak. Aliran ini mengadakan pembatasan kepada kekuasaan raja dengan perjanjian. Hasil perjanjian tersebut diletakkan dalam Leges Fundamentalis yang menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak. Oleh karena itu ajaran Jhon Locke sering disebut sebagai warisan Monarchemachen yang memberi jaminan kepada hak-hak asasi rakyat.
Paham Rousseau adalah kebalikan dari Hobbes. Menurut Rousseau, kedaulatan dan kekuasaan rakyat tidak pernah diserahkan kepada raja. Bahkan jika raja memerintah maka raja hanya merupakan mandataris rakyat.
Rousseau berpendapat bahwa hal pokok dari perjanjian masyarakat adalah menemukan suatu bentuk kesatuan, membela dan melindungi kekuasaan bersama disamping kekuasaan pribadi dan milik setiap orang sehingga semuanya dapat bersatu. Namun setiap orang tetap bebas dan merdeka seperti sedia kala.
Pikiran inilah yang menjadi dasar dari semua pendapat-pendapat atau ajaran-ajaran selanjutnya. Rouseeau tidak mengenal adanya hak-hak alamiah, hak-hak dasar atau hak asasi.
Dalam perjanjian masyarakat itu, setiap orang melepaskan dan menyerahkan semua haknya kepada kesatuannya yaitu masyarakat. Sehingga perjanjian tersebut menimbulkan akibat, diantaranya :
1.Terciptanya kemauan umum atau volonte generale. Yaitu kesatuan dari kemauan orang-orang yang telah menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Inilah yang merupakan kekuasaan yang tertinggi atau kedaulatan.
2.Terbentuknya masyarakat atau gemeinschaft, yaitu kesatuan dari orang-orang yang menyelenggarakan perjanjian masyarakat. Masyarakatlah yang memiliki kemauan umum, yaitu kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan yang disebut sebagai kedaulatan rakyat.
Jadi, dengan perjanjian masyarakat ini telah menciptakan negara. Berarti, telah terjadi peralihan dari keadaan bebas ke keadaan bernegara. Namun, tetap mendapatkan kemerdekaan yang dibatas oleh kemauan umum yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kekuasaan tertinggi.
Kekuasaan ini tidak dapat diserahkan baik secara mutlak maupun sebagian. Kemauan umum atau kedaulatan tetap ada pada masyarakat atau rakyat. Tetapi bukan rakyat secara perseorangan, tetapi rakyat yang sudah berganti menjadi suatu kesatuan yang disebut masyarakat.
Rousseau menganggap bahwa raja itu berkuasa (pemerintah) merupakan wakil daripada rakyat, dan menjalankan kekuasaan itu atas nama rakyat. Maka setiap waktu raja dapat diganti apabila raja tida melaksanakan kemauan rakyat atau kemauan umum.
Dengan demikian, ajaran Rousseau tersebut timbul konsekuensi baru, yaitu dengan adanya revolusi-revolusi yang menentang terhadap kekuasaan raja yang bersifat absolut. Dengan runtuhnya kekuasaan raja bersifat absolut ini, timbul kekuasaan-kekuasaan baru disamping kekuasaan raja walaupun bentuk negaranya masih tetap kerajaan.
Kekuasaan raja sudah tidak lagi sama dengan kekuasaan yang semula, karena ada kekuasaan baru yaitu kekuasaan badan perwakilan atau parlemen. Menurut Rosseau, bila kekuasaan ada pada rakayat, maka itu adalah demokrasi.
Sumber : Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta, 1990
0 Response to "Ilmu Negara - Teori Pembenaran Hukum Negara (Bagian 3)"
Post a Comment